Minggu, 28 Oktober 2012

Malam pentasbihan PM V
          Minggu ini adalah minggu Kopasus, itulah kiranya yang tepat untuk menamai deretan hari selama beberapa hari belakangan ini. Tepatnya di Situlembang (senin 23 Oktober 2012) tempat itu adalah saksi dimulainya sebuah penempaan awal yang panjang ala militer, kami ber-50 orang menginjakan tempat yang menjadi kawah candradimukanya para prajurit hebat, untuk dibentuk mental, disiplin, dan ketahanan tubuh yang sebagai bekal bela negara. “Ragu-ragu silahkan kembali” sambutan yang tertulis disebuah gapura masuk ini justru menambah antusiasme kami untuk menghadapi hari-hari panjang yang pasti akan melelahkan. Mulailah detik itu, menjadi sebuah deretan pelajaran dan pengalaman yang bermakna dan kami-pun dengan penuh semangat tidak melewatkan setiap momen tersebut.
           Deretan agenda yang padat dan terus memacu semangat kami untuk terus menimba ilmu yang terus menerus diberikan. Meskipun kadang kami lalui penuh dengan keluh dan payah akan tetapi tidak ada sedikit niat-pun untuk mundur dari penempaan ini. Semua telah diukur dan diadaptasikan untuk kami, kaum sipil yang ingin banyak belajar, itulah secuil informasi yang kami dapatkan dan justru membuat kami lebih mantab untuk melaluinya. Kata-kata yang tegas ala militer yang memuat perintah, larangan, dan nasihat berusaha kita cerna dan resapi. Suara dentuman, senjata api, dan teriakan semangat para prajurit menambah nuansa yang membuat kami senantiasa mengusap kelelahan dan menghiasai wajah dengan keceriaan.

Kamis, 25 Oktober 2012

Mengamati proses pembelajaran di SD Batutis
Kini kita dihadapkan pada sebuah fakta paradoksal, bahwa pendidikan menjadi salah satu kendala utama bagi usaha mencapai kecerdasan serta kebebasan berpikir
(Bertral Russell)
            Minggu ini saya menemukan model pendidikan yang ideal dan mendapat makna tentang nilai penting dari sebuah pendidikan. Diawali dari sebuah kunjungan yang penuh makna di Sekolah Dasar Batutis Al-Ilmi di pingggiran Kota Bekasi. Mata hati dan fikiran saya terbuka, setelah melihat sebuah sekolah yang sungguh-sungguh berniat ingin mencerdaskan manusia. Sekolah yang menurut hemat saya menjadi antitesanya sekolah berkualitas tapi mahal. Sekolah yang ingin membebaskan dari sebuah penyakit abadi manusia yaitu bodoh. Sekolah yang saya yakini sebagai sekolah pembebasan, bukan pembebasan dari biaya saja, akan tetapi lebih dari itu, yaitu pembebasan manusia dari segala bentuk penindasan cara berfikir via penerapan kurikulum yang kaku.
Sekolah yang baru berdiri sekitar 7 tahun tersebut, dari sisi bangunannya memang terlihat sederhana, akan tetapi memiliki kemewahan kurikulum dan kaya akan strategi pengajaran yang kreatif. Batutis juga memiliki guru-guru yang mempunyai hati dan perasaan yang tajam saat mentransfer ilmu dan nilai kepada siswanya, sehingga guru memahami secara detail tentang siswanya. Batutis juga mampu membungkus khasanah keilmuan dalam sebuah bingkai nilai-nilai agama Islam. Kemampuan pembungkusan ini menjadikan agama bukan sekedar kemasan akan tetapi agama menjadi ruh. Keistimewaan-keistemawaan tersebut menjadikan Batutis sebagai solusi bagi orang-orang yang miskin (dzu’afa) atau termiskinkan (Mustaz’afin) untuk melahirkan generasi-generasi baru yang lebih berkualitas.

        Semoga apa yang sedikit saya gambarkan untuk Batutis tidak berlebihan, akan tetapi minimal saya telah menjadi salah satu saksi adanya sekolah tersebut. Selain itu, Batutis telah menjadi representasi dari harapan dan cita-cita saya sejak kuliah tentang sekolah yang sesungguhnya. Sekolah yang serius menggarap problem manusia. Sehingga apa yang telah menjadi problem sekolah kekinian soal komersialisasi pendidikan, bingungnya penerapan kurikulum dan lain sebaginya setidaknya telah terjawab bahwa disisi lain ternyata tumbuh sekolah yang akan menantang pendapat Russel tentang paradoksnya dunia pendidikan.          
            Batutis berjayalah................

Sabtu, 20 Oktober 2012



Ri Koyo’ e aku gak isoh neruske neng Paser...(Andi Azhar). Kalimat ini diucapkan Andi saat kami berdua menuju kelas materi, seminggu sebelum pengumuman dari pihak IM, bahwa akhirnya ia memang tidak bisa berangkat. Gak Dik, Insya.Alloh mangkat sante wae, sesok koe wes mari kok, responku saat Andi melontarkan kata-kata pesimisnya  itu. Saya berusaha untuk terus memompa semangat Andi, meskipun sebenarnya saya tau, bahwa sulit bagi kondisi Andi untuk meneruskan idealismenya itu. Dan akhirnya, malam jum’at itulah semua terjawab tuntas bahwa apa yang menjadi kekhawatiran kami berdua, memang telah direncanakan oleh Sang Kuasa dan Andi harus belajar ikhlas untuk menerimanya.
Andi Azhar, saat pertama kami bertemu adalah saat DA di salah satu wisma di UGM. Andi adalah orang supel dan terbuka, hal inilah yang membuat kami cepat akrab, terlebih kami menjadi satu kelompok saat DA. Saat DA kami banyak ngobrol dan guyon, bahkan kami bersama teman DA satu kelompok terlihat paling kompak dan heboh. Kami menjadi lebih akrab ketika saya tahu bahwa Andi juga aktif di salah satu organisasi ortom Muhammadiyah, sehingga diskusi kami lebih nyambung.
Pertemanan dengan andi tidak berhenti saat DA saja, kami selalu saling mengkontak ketika ada informasi dari pihak IM atau ada hal-hal penting diluar itu. Menjelang MCU kami-pun saling berbagai tips, mulai dari soal istirahat, soal minum susu, dan hal-hal lain. Bahkan ketika MCU Andi merelakan waktu dan tenaganya untuk menjemput saya yang kesasar karena gak tau tempat MCU. Saat selesai MCU-pun kami masih sering kordinasi tentang masalah teknis pemberangkatan nantinya di Jakarta. Dan keakraban kami hingga sampai barak Indosat, dia banyak bercerita tentang masalahnya, hingga saat ia bercerita tentang masalah punggungnya yang sakit itu.
Suatu  hal yang berkesan bagi saya berteman dengan Andi adalah manusia yang mempunyai semangat tinggi dan tidak transaksional. Andi mempunyai gagasan dan cita-cita yang tinggi soal majunya pendidikan di negeri ini. Pernah saat DA dia bercerita bahwa, dia akan membuktikan bahwa orang kampung yang berasal dari Sumatra juga mampu berkontribusi untuk negara. Kata-kata itu sampai sekarang masih saya ingat.
Andi secara fisik memang akhirnya tidak berangkat ke Paser, dan memang tidak harus berangkat, karena ini menyangkut fisik dan masa depan kesehatannya. Akan tetapi, yang membuat Andi bagi saya tetap berangkat adalah soal Semangat dan idealismenya yang  masih saya dan tentu saja teman PM lain, bawa dan simpan hingga akhir nanti. Andi secara jasad memang harus mundur, akan tetapi bagi saya ruh dalam wujud semangat Andi, hingga saat ini masih ada di antara saya dan kawan-kawan PM lain.
Dan memang tidak perlu ada kata selamat tinggal untuk Andi, yang ada hanyalah kamu tetap disini dan tetap berangkat bersama 50 orang Pengajar Muda besok saat tanggal 3 November telah tiba.
  

Jumat, 19 Oktober 2012


 Pak Wawan itulah nama panggilanya, beliau adalah guru sekolah Jatimekar 1 yang diberi amanah untuk menjadi wali kelas empat. Beliau adalah orang yang  sregep atau rajin, indikatornya adalah ketika semua belum hadir di Sekalah pak Wawan sudah sibuk dengan beberapa aktivitasnya di sekolah, mulai dari kerjaan di Kantor hingga mondar-mandir dari ruang satu ke ruang yang lain. Pernah kami PM V Aceh Utara, berjanji untuk hadir lebih awal dari beliau, tapi usaha tersebut sia-sia karena kami pasti datang terlambat. Pak Wawan orang yang sangat terbuka dan supel, dia suka ngobrol dan lumayan enak saat diajak berembuk masalah agenda sekolah. Sehingga memang kami lebih banyak berkonsultasi dengan beliau untuk masalah kegiatan PPM. Pak Wawan juga terlihat sangat mendominasi dalam setiap pembicaraan, baik saat berdiskusi tentang agenda sekolah hingga saat sekedar  guyon  di dalam kantor.
Pak Wawan selain terdepan dalam  masalah ketepatan waktu, beliau juga aktif untuk mengurusi agenda sekolah seperti Olimpiade antar sekolah dalam satu gugus yang sempat berlangsung saat kami PPM. Pernah, saat pertama kali kami PPM, kami mengira bahwa beliau adalah kepala sekolah, karena keaktifannya tersebut. Beliau juga kadang kocak, pernah pada suatu hari kami melihat Pak Wawan tiba-tiba keluar dari kantor sambil menggunakan kerudung sambil bercermin di kaca cendela kelas satu, seketika siswa yang melihat polah Pak Wawan semua tertawa terbahak-bahak. Kemudian setelah saya konfirmasi, Pak Wawan ternyata hanya sedang mencoba kerudung yang sedang ditawarkan seorang penjual. Cerita lucu lagi, ketika Pak Wawan meng-test mikrofon dikantor, beliau dengan suara keras menirukan suara hantu kuntilanak, polah pak wawan ini membuat saya dan beberapa siswa tertawa ngakak. Nah, itu mungkin sebagian adegan-adegan lucu dan aneh yang sempat diperlihatkan oleh Pak Wawan saat jam-jam diluar KBM.

Senin, 15 Oktober 2012



Praktik Mengajar
Hari ini Senin, 15 Oktober 2012 adalah hari kedua praktik mengajar di SD Jatimekar 1. Hal yang cukup mengejutkan adalah saat beberapa guru memutuskan supaya kami berenam mengajar untuk mengisi kekosongan di jam pertama (pukul 07.00-09.30) diluar dugaan dan kesepakatan sebelumnya bahwa tidak akan diadakan kegiatan belajar di dalam kelas karena ada persiapan lomba. Seperti halnya hari sebelumnya bahwa, belum adanya persiapan RPP dan materi membuat kami berenam harus cepat menyiapkan diri dan kembali mengingat tentang materi yang akan disampaikan.
         Saya sendiri kebetulan mendapatkan jatah mengajar kelas lima, dan mengajar mata pelajaran pendidikan Agama Islam. Ibu Guru pengampu pelajaran agama-pun kemudian mempersilahkan saya untuk menyampaikan materi tentang kisah Nabi Sulaiman. Sejenak saya berfikir strategi apa yang akan saya gunakan untuk menyampaikan materi cerita ini. Saya berfikir ulang ketika saya akan menyampaikan secara verbal materi ini, pertimbangan saya adalah ketika saya bercerita prediksi saya kelas pasti akan tidak kondusif, mulai dari ribut, mengantuk, hingga siswa bisa bosen. Terlebih siswa hari ini sesungguhnya dipersiapkan untuk kerja bakti untuk persiapan sebagai tuan rumah perlombaan besok harinya. Untunglah bekal dari pelatihan dari Bu Wee yang mengajarkan tentang strategi penyampaian materi via drama menginspirasi saya untuk melakukan hal yang sama.

Jumat, 12 Oktober 2012

Bersama anak-anak SDN Jatimekar
            Pagi hari jum’at 13 Oktober 2012 pukul 7.00 adalah awal kami (Team Rimoeng Nonggroe) menginjakkan kaki di Sekolah Dasar Jatimekar 1.  Sekolah yang kecil tapi indah dan sangat layak untuk ukuran bangunan SD. Saat masuk gerbang sekolah sesosok  guru laki-laki yang bernama Pak wawan-pun kemudian menghampiri kami dan dengan senyum yang khas dan lebar menyambut kedatangan kami dengan ramah. Tak lama kemudian beliau menyuruh kami untuk masuk ke kantor guru dan dilanjutkan dengan perkenalan dan ngobrol.
            Kemudian jam menunjukan pukul 7.30 WIB, dan menyudahi pembicaraan kami karena memang jam 7.30 adalah waktunya anak-anak untuk melanjutkan perjuangan mereka, yaitu menjawab soal-soal UTS. Kami ber-enam-pun kemudian ikut nimbrung untuk masuk kekelas dan berniat untuk membantu dan sekaligus mengamati pelaksanaan UTS di hari terakhir itu. Kemudian kami-pun mengambil posisi masing-masing dikelas yang berbeda, dan kebetulan saya masuk ke kelas yang paling junior yaitu kelas 1.
            Doa-pun dipanjatkan, sedangkan saya belum sempat untuk beranjak masuk kedalam kelas, hingga akhirnya saya menunggu sambil melafazkan doa diluar kelas. Ibu Harti yang ramah kemudian menyambut saya didalam kelas setelah selesai memimpin anak-anak untuk menghafalkan surat-surat pendek dalam Al-Quran. Kemudian saya tak cangguh memperkenalkan diri dan terkejut saat mendengar Bu Harti mengatakan bahwa hari ini kelas 1 sudah tidak ada ujian dan kemudian mempersilahkan saya untuk langsung mengajar SBK.  Keterkejuatan saya lebih pada ketidaksiapan saya untuk mengajar, karena niat awal adalah baru mengamati saja.

Minggu, 30 September 2012



Pasukan Pengajar Muda Aceh Utara
Refleksi minggu ini dan tentu juga minggu-minggu sebelumnya adalah belajar menerima. Menerima memang kadang lebih sulit dari pada memberi, karena menerima harus selalu siap dengan apapun kondisi yang akan kita terima dan kita tidak bisa mengatur sebelumnya. Sedangkan memberi sebaliknya, karena terlebih dahulu kita bisa menentukan kondisi sesuatu yang akan kita beri.  Ketidakmampuan manusia menerima juga menjadi salah satu faktor bencana kemanusiaan di negeri ini.  Contohnya cukup banyak, berangkat dari bencana kemanusiaan di Sampit, Madura, Ambon, dan daerah-daerah lainya. Hal demikian adalah bukti bahwa menerima memang sulit, apalagi jika menerima sebuah perbedaan. Perbedaan mungkin adalah sumber dari sulitnya menerima, kata perbedaan itulah kunci.  
            Minggu ini ada dua hal besar yang harus saya terima, yaitu adalah daerah penempatan dan sahabat yang akan selalu menemani selama penempatan. Aceh  atau bumi serambi Mekah tempat Snouck Hurgronje  mengurai simpul-simpul peradaban adalah jawaban atas takdir yang selama pelatihan menjadi misteri. Aceh harus saya terima sebagai ladang “perjuangan” atau ladang belajar bagi saya pribadi. Saya yakin Alloh memutuskan saya di Aceh, karena saya mampu, karena Alloh  menguji hambanya tidak terlepas dari sejauh kemampuan hambanya. Alloh lebih mengetahui batas kemampuan saya, jauh dari saya mengetahui diri saya.
            Kedua saya harus menerima lima sahabat yang akan menemani dan menjadi tempat mengeluh, sahabat yang akan menguatkan disaat kondisi menjenuhkan, sahabat yang menjadi sumber inspirasi saat kealpaan ide, dan sahabat segalanya. Sahabat saya orang-orang hebat, atau setidaknya mereka kerap disebut sebagai sarjana terbaik. Mereka adalah Dika, Cahaya, Ratih, Neke, dan Vira. Mereka memiliki kecerdasan yang beragam dan kreatif. Cahaya, Neke, dan Vira ketiganya adalah manusia-manusia kinestetik yang selalu mempunyai gagasan-gagasan yang keren.  Tak kalah dengan Dika seorang yang mempunyai kemampuan IT yang hebat, cerdas dalam berakting dan mempunyai kekuatan komunikasi yang hebat. Dan sahabatku terakhir adalah Ratih, manusia yang mempunyai kepekaan terhadap musik, selain itu dia cerdas dan mempunyai gagasan yang keren.
            Kelima orang ini mempunyai kecerdasan masing-masing, latar belakang yang berbeda dan semuanya berbeda.. Tetapi semua manusia ini mampu menerima keadaannya rekan-rekannya. Itulah hal yang paling hebat. Termasuk saya, saya sangat bersyukur memiliki sahabat yang hebat-hebat ini. Saya-pun berdoa agar kelima orang ini mampu menerima saya sebagai seorang yag tentu berbeda dari kelimanya. Saya yakin penempatan nanti kita akan saling mengisi dan menguatkan. Amin....

Sabtu, 22 September 2012

    

Salah, salah, dan salah...berkali-kali manusia menyebutnya dalam dinamika kehidupan ini. Mulai dari golongan atas hingga golongan terendah dalam sistim klasifikasi strata sosial manusia, kata salah sangat popular dan mudah diucapkan. Anak kecil yang sedang menuntut ilmu di sebuah tempat yang sering disebut-sebut sebagai sekolah-pun, kata salah sering dilabelkan untuk anak. Di kantor-kantor pemerintahan, tempat para manusia-manusia penentu kebijakan juga sering terdengar kata salah. Bahkan, di tempat yang asosiatif dengan religiusitas-pun kata salah menjadi sebuah hal yang juga sering terdengar. Kemudian dampaknya ruang dan sudut dunia ini-pun menumpuk kata salah yang populasinya semakin tidak terkendalikan. 
Salah memang selalu dinilai sebagai sebuah bencana agung yang selalu menjadi obyek murka dan kutukan. Salah selalu menjadi kaum-kaum yang termarjinalkan di sudut negara yang seakan-akan tidak lagi mempunyai ruang gerak untuk hidup. Bahkan kemudian salah menjadi sebuah faktor kegagalan terbesar dalam kehidupan seseorang. Lalu kemudian apakah Tuhan menciptakan salah itu sebagai obyek hujatan? Atau salah memang ditakdirkan menjadi sebuah oposisi dari benar yang tidak bisa saling bekerjasama?
Kesalahan terbesar bagi manusia adalah ketika mereka takut salah. Salah memang bukan jalan terbaik yang diinginkan oleh semua manusia. Bahkan Tuhan-pun tidak menginginkan hal demikian terjadi abadi pada setiap hambannya. Akan tetapi, Salah dalam konteks petualangan hidup di dunia bukannlah hal yang buruk dan abadi, akan tetapi salah adalah awal belajar dalam proses kehidupan. Kemudian ada dimanakah sebuah petualangan kehidupan yang sejati itu? Jawabannya adalah pada petualangan rimba yang membutuhkan salah. Tentu saja, salah bukan untuk mengakhiri sebuah proses petualangan, tetapi untuk mengawali sebuah petualangan. Salah yang memberikan nilai-nilai kehidupan yang memberikan sebuah pelajaran bagi si penyalah. Salah yang penuh pelajaran yang memberikan petuah-petuah kebenaran untuk si penyalah.

Kamis, 20 September 2012



Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (Al-Baqarah, 155)

                Senin minggu ini mendadak ada sesuatu yang beda dengan tampilan meja makan di barak CPM V (Calon Pengajar Muda V). Meja yang sebelumnya terlihat warna-warni dan kaya akan sajian lezat, tiba-tiba menjadi “longgar” karena saking sepinya sajian makanan yang tersuguhkan. Kondisi meja makan waktu itu ternyata tidak berefek pada sunyinya suasana, justru kemudian suasana yang terbangun adalah rame, “gaduh” dan muncul berbagai spekulasi-spekulasi yang kadang aneh, lucu, atau bahkan out of the box dari fikiran cerdas para CPM V.
            Penyerdehanaan, itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi senin pagi itu. Penyerdehanaan adalah sebuah kondisi kemewahan yang direduksi secara sistematis dan terencana sehingga kondisi awal yang serba istimewa turun derajat menjadi kondisi yang biasa-biasa aja atau bahkan menjadi kondisi yang “memprihatinkan” dan seadannya. Penyerdehanaan adalah pengurangan kualitas dan kuantitas. Pengkondisian ini tentu menuai berbagai reaksi “perlawanan”, yang diekspresikan dengan berbagai bentuk. Beberapa contoh perlawanan anak CPM V dapat dijabarkan sebagai berikut;