Minggu, 30 September 2012



Pasukan Pengajar Muda Aceh Utara
Refleksi minggu ini dan tentu juga minggu-minggu sebelumnya adalah belajar menerima. Menerima memang kadang lebih sulit dari pada memberi, karena menerima harus selalu siap dengan apapun kondisi yang akan kita terima dan kita tidak bisa mengatur sebelumnya. Sedangkan memberi sebaliknya, karena terlebih dahulu kita bisa menentukan kondisi sesuatu yang akan kita beri.  Ketidakmampuan manusia menerima juga menjadi salah satu faktor bencana kemanusiaan di negeri ini.  Contohnya cukup banyak, berangkat dari bencana kemanusiaan di Sampit, Madura, Ambon, dan daerah-daerah lainya. Hal demikian adalah bukti bahwa menerima memang sulit, apalagi jika menerima sebuah perbedaan. Perbedaan mungkin adalah sumber dari sulitnya menerima, kata perbedaan itulah kunci.  
            Minggu ini ada dua hal besar yang harus saya terima, yaitu adalah daerah penempatan dan sahabat yang akan selalu menemani selama penempatan. Aceh  atau bumi serambi Mekah tempat Snouck Hurgronje  mengurai simpul-simpul peradaban adalah jawaban atas takdir yang selama pelatihan menjadi misteri. Aceh harus saya terima sebagai ladang “perjuangan” atau ladang belajar bagi saya pribadi. Saya yakin Alloh memutuskan saya di Aceh, karena saya mampu, karena Alloh  menguji hambanya tidak terlepas dari sejauh kemampuan hambanya. Alloh lebih mengetahui batas kemampuan saya, jauh dari saya mengetahui diri saya.
            Kedua saya harus menerima lima sahabat yang akan menemani dan menjadi tempat mengeluh, sahabat yang akan menguatkan disaat kondisi menjenuhkan, sahabat yang menjadi sumber inspirasi saat kealpaan ide, dan sahabat segalanya. Sahabat saya orang-orang hebat, atau setidaknya mereka kerap disebut sebagai sarjana terbaik. Mereka adalah Dika, Cahaya, Ratih, Neke, dan Vira. Mereka memiliki kecerdasan yang beragam dan kreatif. Cahaya, Neke, dan Vira ketiganya adalah manusia-manusia kinestetik yang selalu mempunyai gagasan-gagasan yang keren.  Tak kalah dengan Dika seorang yang mempunyai kemampuan IT yang hebat, cerdas dalam berakting dan mempunyai kekuatan komunikasi yang hebat. Dan sahabatku terakhir adalah Ratih, manusia yang mempunyai kepekaan terhadap musik, selain itu dia cerdas dan mempunyai gagasan yang keren.
            Kelima orang ini mempunyai kecerdasan masing-masing, latar belakang yang berbeda dan semuanya berbeda.. Tetapi semua manusia ini mampu menerima keadaannya rekan-rekannya. Itulah hal yang paling hebat. Termasuk saya, saya sangat bersyukur memiliki sahabat yang hebat-hebat ini. Saya-pun berdoa agar kelima orang ini mampu menerima saya sebagai seorang yag tentu berbeda dari kelimanya. Saya yakin penempatan nanti kita akan saling mengisi dan menguatkan. Amin....

Sabtu, 22 September 2012

    

Salah, salah, dan salah...berkali-kali manusia menyebutnya dalam dinamika kehidupan ini. Mulai dari golongan atas hingga golongan terendah dalam sistim klasifikasi strata sosial manusia, kata salah sangat popular dan mudah diucapkan. Anak kecil yang sedang menuntut ilmu di sebuah tempat yang sering disebut-sebut sebagai sekolah-pun, kata salah sering dilabelkan untuk anak. Di kantor-kantor pemerintahan, tempat para manusia-manusia penentu kebijakan juga sering terdengar kata salah. Bahkan, di tempat yang asosiatif dengan religiusitas-pun kata salah menjadi sebuah hal yang juga sering terdengar. Kemudian dampaknya ruang dan sudut dunia ini-pun menumpuk kata salah yang populasinya semakin tidak terkendalikan. 
Salah memang selalu dinilai sebagai sebuah bencana agung yang selalu menjadi obyek murka dan kutukan. Salah selalu menjadi kaum-kaum yang termarjinalkan di sudut negara yang seakan-akan tidak lagi mempunyai ruang gerak untuk hidup. Bahkan kemudian salah menjadi sebuah faktor kegagalan terbesar dalam kehidupan seseorang. Lalu kemudian apakah Tuhan menciptakan salah itu sebagai obyek hujatan? Atau salah memang ditakdirkan menjadi sebuah oposisi dari benar yang tidak bisa saling bekerjasama?
Kesalahan terbesar bagi manusia adalah ketika mereka takut salah. Salah memang bukan jalan terbaik yang diinginkan oleh semua manusia. Bahkan Tuhan-pun tidak menginginkan hal demikian terjadi abadi pada setiap hambannya. Akan tetapi, Salah dalam konteks petualangan hidup di dunia bukannlah hal yang buruk dan abadi, akan tetapi salah adalah awal belajar dalam proses kehidupan. Kemudian ada dimanakah sebuah petualangan kehidupan yang sejati itu? Jawabannya adalah pada petualangan rimba yang membutuhkan salah. Tentu saja, salah bukan untuk mengakhiri sebuah proses petualangan, tetapi untuk mengawali sebuah petualangan. Salah yang memberikan nilai-nilai kehidupan yang memberikan sebuah pelajaran bagi si penyalah. Salah yang penuh pelajaran yang memberikan petuah-petuah kebenaran untuk si penyalah.

Kamis, 20 September 2012



Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar (Al-Baqarah, 155)

                Senin minggu ini mendadak ada sesuatu yang beda dengan tampilan meja makan di barak CPM V (Calon Pengajar Muda V). Meja yang sebelumnya terlihat warna-warni dan kaya akan sajian lezat, tiba-tiba menjadi “longgar” karena saking sepinya sajian makanan yang tersuguhkan. Kondisi meja makan waktu itu ternyata tidak berefek pada sunyinya suasana, justru kemudian suasana yang terbangun adalah rame, “gaduh” dan muncul berbagai spekulasi-spekulasi yang kadang aneh, lucu, atau bahkan out of the box dari fikiran cerdas para CPM V.
            Penyerdehanaan, itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan kondisi senin pagi itu. Penyerdehanaan adalah sebuah kondisi kemewahan yang direduksi secara sistematis dan terencana sehingga kondisi awal yang serba istimewa turun derajat menjadi kondisi yang biasa-biasa aja atau bahkan menjadi kondisi yang “memprihatinkan” dan seadannya. Penyerdehanaan adalah pengurangan kualitas dan kuantitas. Pengkondisian ini tentu menuai berbagai reaksi “perlawanan”, yang diekspresikan dengan berbagai bentuk. Beberapa contoh perlawanan anak CPM V dapat dijabarkan sebagai berikut;