Pak Is memberikan wejangan |
Selama berdialog dengan Pak Is, jika disistematiskan ada sebuah fase spiritual yang beliau tularkan kepada kami:
Pertama adalah fase brainstorming, soal permasalah bisnis yang ada, ini lebih pada mengarahkan kembali, kompas-kompas pemahaman yang telah salah pada kami bertiga.
Selama itu ada fundamental yang ditananamkan oleh beliau dalam memperdalam ilmu ini. Beliau dalam menjawab sebuah permasalahan kami, pasti akan dimulai dengan hal yang sangat mendasar. Contoh sebuah hal dasar mengapa kita harus ber-social enterpreneur? Beliau selalu menekankan bahwa berangkat dari sebuah permasalahan yang ada di masyarakat. Ada sebuah alasan besar yaitu kealphaan sebuah keadilan dalam aspek bisnis, sehingga melahirkan berbagai bencana kemanusiaan. Orientasi penumpukan kekayaan (profit accumulation) telah melahirkan watak bisnis yang menghilangkan sisi kemanusiaan akibatnya bisnis kehilangan ruh spiritualnya. social-enterpreneur yang mempunyai sifat share, benefit for others dan empowerment menjadi system untuk mengisi kekosongan kemanusiaan dalam berbisnis yang konvensional.
ppt |
Fase kedua adalah lebih fokus pada philosophy social-enterpreneur itu sendiri. kami sebut ini sebuah penanaman “aqidah” atau konsep kepercayaan sebagai penompang sebuah tindakan.
contoh fase ini adalah pada sebuah pertanyaan soal weltanschauung-nya social-enterpreneur. Jawaban yang menarik yang disampaikan oleh beliau. Bahwa social enterpreneur itu awal dibangun bukan atas logika yang bertumpu pada akal. Akal justru hanya sebagai stimulus yang digunakan sebagai tahapan selanjutnya untuk merumuskan solusi. Sehingga posisi utama atau pijakan sebuah social enterpreneurship dimulai dari empathy. Empathy ini menurut sepenangkapan kami dari hasil yang telah disampaikan beliau bahwa; sensitibilitas sebuah entitas seseorang dalam menangkap sebuah gejolak yang ada di lingkungan sekitar. Masyarakat mempunyai banyak problem yang menjangkitinya, sehingga empathy seseorang di situ bermain, rasa belas kasihan sehingga melahirkan keinginan kuat dari hati seseorang (risk taker) untuk menyelesaikan permasalahan. Hingga akhirnya menggunakan logikanya, tersebut untuk turun tangan mencari solusi atas permasalahan yang ada. Sehingga melahirkan social-enterpreuner. Berbeda halnya dengan bisnis konvensional yang berdasarkan otak, karena hanya berfikir bagaimana menghasilkan keuntungan dari sebuah resources. Ini menarik, sehingga kami menyebutnya selama kami belajar dengan beliau sebagai perjalanan spiritual. Atau lebih tepatnya mengenal bagaimana menjalani sebuah spiritual yang menjadi ruh sebuah bisnis.
ppt |
Ketiga adalah “fiqih” Social-Enterpreneur.
Sebagai konseptor Pak Is juga menapaki jalan sebagai pelaku bisnis sosial. Lebih dari itu beliau banyak berkaca dari para pelaku bisnis sosial dan mengamati polanya. Pengetahuan inilah yang akan memperkaya untuk menjelaskan pertanyaan-pertanyaan kami yang mendekati soal teknis bisnis-sosial. Contohnya dalam managemen risiko bisnis sosial. Tentu semua bisnis mempunyai risiko, yang menyangkut untung dan rugi. Beliau selalu menerangkan bahwa soal pengelolaan sosial bisnis tetap mengacu pada bisnis modern, apalagi jika menyangkut produksi suatu barang tapi bedanya dalam bisnis ini, impact untuk masyarakat lebih besar, sehingga tidak ada cerita penumpukan kekayaan pada satu orang. Hal yang menarik yang beliau terangkan soal bisnis sosial adalah dalam konsep sosial bisnis, pelaku membangun social-resource sehingga semakin lama sebuah bisnis akan kuat karena semakin kuat jejaring social-resourcenya. Beda dengan bisnis convensional yang selalu mengandalkan capital-resource saja, yang semua hanya di nilai dari sebuah materi.
Dalam ilmu Tasawuf social-enterpreneur adalah sebuah jalan menuju Tuhan bagaikan pendekatan seorang sufi untuk mencapai hakikat…
Bersambung..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar