Bersama anak-anak SDN Jatimekar |
Kemudian jam menunjukan pukul 7.30 WIB, dan menyudahi
pembicaraan kami karena memang jam 7.30 adalah waktunya anak-anak untuk
melanjutkan perjuangan mereka, yaitu menjawab soal-soal UTS. Kami ber-enam-pun
kemudian ikut nimbrung untuk masuk
kekelas dan berniat untuk membantu dan sekaligus mengamati pelaksanaan UTS di
hari terakhir itu. Kemudian kami-pun mengambil posisi masing-masing dikelas
yang berbeda, dan kebetulan saya masuk ke kelas yang paling junior yaitu kelas
1.
Doa-pun dipanjatkan, sedangkan saya belum sempat untuk
beranjak masuk kedalam kelas, hingga akhirnya saya menunggu sambil melafazkan
doa diluar kelas. Ibu Harti yang ramah kemudian menyambut saya didalam kelas
setelah selesai memimpin anak-anak untuk menghafalkan surat-surat pendek dalam
Al-Quran. Kemudian saya tak cangguh memperkenalkan diri dan terkejut saat
mendengar Bu Harti mengatakan bahwa hari ini kelas 1 sudah tidak ada ujian dan
kemudian mempersilahkan saya untuk langsung mengajar SBK. Keterkejuatan saya lebih pada ketidaksiapan
saya untuk mengajar, karena niat awal adalah baru mengamati saja.
Memeras otak itulah yang saya lakukan saat situasi
mengharuskan saya untuk aksi yaitu mengajar SBK. Perkenalan-pun saya lakukan
sebagai awal untuk membuka kelas dan mengakrapkan diri kepada anak-anak.
Setelah itu jurus yang berupa signal-signal untuk memusatkan perhatian anak-pun
mendadak harus saya keluarkan dan Alhamdulilah efektif. Kemudian perkenalan-pun
dimulai dengan cara satu per satu anak maju untuk memperkenalkan diri didepan
kelas, dan saya bersyukur hampir semua maju kecuali Riva yang masih duduk
bersama ibu-nya dimeja paling belakang. Dia adalah salah satu anak ABK yang
masih belum berani untuk bersekolah semdiri, berinteraksi dengan teman dan
gurunya.
Siap-siap! Itulah balasan teriakan semangat kelas 1 saat
saya memberi signal “Kelas 1”, teriakan itulah yang memotivasi saya untuk
semakin antusias mengajar mereka. Kemudian kegiatan kelas selanjutnya adalah
menuliskan cita-cita mereka ke dalam sebuah kertas. Semua anak-pun antusias
mengikuti instruksi saya dan kemudian setelah mereka menulis cita-cita, mereka
saya apresiasi untuk maju satu per satu dan kemudian memperagakan sesuai dengan
profesi yang dicita-citakan. Alhasil mereka antusias untuk maju setelah saya
mempersilahkan mereka untuk maju.
Cita-cita yang beragam itu-pun kemudian diperagakan oleh
masing-masing anak dan saya bahagia karena anak-anak kelas 1 cukup pandai dan
ekspresif untuk menirukan gaya. Salah seorang anak yang bercita-cita menjadi
pembalappun dengan sepenuh hati memperagakan laiknya pembalap yang sedang
mengendalikan mobilnya, begitu juga dengan salah seorang anak yang ingin
menjadi koki, dengan sepenuh hati memperagakan cara mengaduk makanan, dan lain
sebagainya.
Jam-pun menunjukan pukul 9 artinya sudah saatnya
anak-anak istirahat dan diakhir pelajaran itu-pun saya masih mengamati Riva
yang sudah cukup berani untuk duduk sendiri walaupn ibunya masih menunggu dibelakang,
tapi saya melihat Riva nampaknya mulai tertarik dan berusaha mengikuti
teman-temannya yang tetawa ketika melihat temannya maju dan memperagakan
perannya. Akhirnya bel-pun berbunyi dan saat itulah pelajaran saya tutup dan
mengakhiri sebuah pengalaman pertama saya mengajar kelas 1 SD.
0 komentar:
Posting Komentar