Ri
Koyo’ e aku gak isoh neruske neng Paser...(Andi
Azhar). Kalimat ini diucapkan Andi saat kami berdua menuju kelas materi,
seminggu sebelum pengumuman dari pihak IM, bahwa akhirnya ia memang tidak bisa
berangkat. Gak Dik, Insya.Alloh mangkat
sante wae, sesok koe wes mari kok, responku saat Andi melontarkan kata-kata
pesimisnya itu. Saya berusaha untuk
terus memompa semangat Andi, meskipun sebenarnya saya tau, bahwa sulit bagi
kondisi Andi untuk meneruskan idealismenya itu. Dan akhirnya, malam jum’at
itulah semua terjawab tuntas bahwa apa yang menjadi kekhawatiran kami berdua,
memang telah direncanakan oleh Sang Kuasa dan Andi harus belajar ikhlas untuk
menerimanya.
Andi
Azhar, saat pertama kami bertemu adalah saat DA di salah satu wisma di UGM.
Andi adalah orang supel dan terbuka, hal inilah yang membuat kami cepat akrab,
terlebih kami menjadi satu kelompok saat DA. Saat DA kami banyak ngobrol dan guyon, bahkan kami bersama teman DA satu
kelompok terlihat paling kompak dan heboh. Kami menjadi lebih akrab ketika saya
tahu bahwa Andi juga aktif di salah satu organisasi ortom Muhammadiyah,
sehingga diskusi kami lebih nyambung.
Pertemanan
dengan andi tidak berhenti saat DA saja, kami selalu saling mengkontak ketika
ada informasi dari pihak IM atau ada hal-hal penting diluar itu. Menjelang MCU
kami-pun saling berbagai tips, mulai dari soal istirahat, soal minum susu, dan
hal-hal lain. Bahkan ketika MCU Andi merelakan waktu dan tenaganya untuk
menjemput saya yang kesasar karena gak tau tempat MCU. Saat selesai MCU-pun
kami masih sering kordinasi tentang masalah teknis pemberangkatan nantinya di
Jakarta. Dan keakraban kami hingga sampai barak Indosat, dia banyak bercerita
tentang masalahnya, hingga saat ia bercerita tentang masalah punggungnya yang
sakit itu.
Suatu
hal yang berkesan bagi saya berteman
dengan Andi adalah manusia yang mempunyai semangat tinggi dan tidak
transaksional. Andi mempunyai gagasan dan cita-cita yang tinggi soal majunya
pendidikan di negeri ini. Pernah saat DA dia bercerita bahwa, dia akan
membuktikan bahwa orang kampung yang berasal dari Sumatra juga mampu
berkontribusi untuk negara. Kata-kata itu sampai sekarang masih saya ingat.
Andi
secara fisik memang akhirnya tidak berangkat ke Paser, dan memang tidak harus
berangkat, karena ini menyangkut fisik dan masa depan kesehatannya. Akan
tetapi, yang membuat Andi bagi saya tetap berangkat adalah soal Semangat dan
idealismenya yang masih saya dan tentu
saja teman PM lain, bawa dan simpan hingga akhir nanti. Andi secara jasad
memang harus mundur, akan tetapi bagi saya ruh dalam wujud semangat Andi,
hingga saat ini masih ada di antara saya dan kawan-kawan PM lain.
Dan
memang tidak perlu ada kata selamat tinggal untuk Andi, yang ada hanyalah kamu
tetap disini dan tetap berangkat bersama 50 orang Pengajar Muda besok saat
tanggal 3 November telah tiba.
0 komentar:
Posting Komentar