Salah, salah, dan salah...berkali-kali
manusia menyebutnya dalam dinamika kehidupan ini. Mulai dari golongan atas
hingga golongan terendah dalam sistim klasifikasi strata sosial manusia, kata
salah sangat popular dan mudah diucapkan. Anak kecil yang sedang menuntut ilmu
di sebuah tempat yang sering disebut-sebut sebagai sekolah-pun, kata salah
sering dilabelkan untuk anak. Di kantor-kantor pemerintahan, tempat para
manusia-manusia penentu kebijakan juga sering terdengar kata salah. Bahkan, di
tempat yang asosiatif dengan religiusitas-pun kata salah menjadi sebuah hal
yang juga sering terdengar. Kemudian dampaknya ruang dan sudut dunia ini-pun
menumpuk kata salah yang populasinya semakin tidak terkendalikan.
Salah memang selalu dinilai sebagai
sebuah bencana agung yang selalu menjadi obyek murka dan kutukan. Salah selalu
menjadi kaum-kaum yang termarjinalkan di sudut negara yang seakan-akan tidak
lagi mempunyai ruang gerak untuk hidup. Bahkan kemudian salah menjadi sebuah
faktor kegagalan terbesar dalam kehidupan seseorang. Lalu kemudian apakah Tuhan
menciptakan salah itu sebagai obyek hujatan? Atau salah memang ditakdirkan
menjadi sebuah oposisi dari benar yang tidak bisa saling bekerjasama?
Kesalahan terbesar bagi manusia adalah
ketika mereka takut salah. Salah memang bukan jalan terbaik yang diinginkan
oleh semua manusia. Bahkan Tuhan-pun tidak menginginkan hal demikian terjadi
abadi pada setiap hambannya. Akan tetapi, Salah dalam konteks petualangan hidup
di dunia bukannlah hal yang buruk dan abadi, akan tetapi salah adalah awal
belajar dalam proses kehidupan. Kemudian ada dimanakah sebuah petualangan
kehidupan yang sejati itu? Jawabannya adalah pada petualangan rimba yang
membutuhkan salah. Tentu saja, salah bukan untuk mengakhiri sebuah proses
petualangan, tetapi untuk mengawali sebuah petualangan. Salah yang memberikan
nilai-nilai kehidupan yang memberikan sebuah pelajaran bagi si penyalah. Salah
yang penuh pelajaran yang memberikan petuah-petuah kebenaran untuk si penyalah.
Salah adalah sahabat kebenaran, tanpa
salah kebenaran itu sendiri tidak ada atau setidaknya menjadi hal yang abu-abu.
Salah untuk menentukan bahwa benar itu ada dan nyata. Dalam doa-pun sering
diucapkan bahwa; ya Tuhan tunjukanlah bahwa yang salah itu salah dan yang benar
itu benar, sehingga kami dapat melangkah dan tidak tersesat. Salah bukan hal
yang tidak berguna dan tak bermakna, akan tatapi salah justru memberi makna.
Dalam Al-Qur’an salah “berkerjasama” dengan benar dan menjadi intisari dari pelajaran
historis yang abadi.
Selama pelatihan Training Indonesia
Mengajar itulah yang dapat saya ambil hikmahnya. Tidak ada salah dalam salah,
yang ada hanyalah salah ketika manusia harus takut salah. Salah menjadi sebuah hal
berharga dalam setiap belajar selama pelatihan. Salah menjadi tantangan dan
sahabat tersendiri bagi saya pribadi. Salah tidak menghasilkan lontaran kata
salah, yang ada hanyalah kamu pasti bisa dan tetap semangat! Dan akhirnya, saya
ucapkan terimakasih untuk salah karena kau telah ada dan tercipta, serta telah
mengajariku banyak hal selama pelatihan.
0 komentar:
Posting Komentar