Selasa, 08 Oktober 2013

    Magrib 5 Oktober 2013, hujan masih membasahi tanah Sawang yang subur. Lantunan adzan terdengar indah, seolah tak mau kalah dengan desiran suara hujan sore itu. Aku bersama Nizam anak muridku, masih setia menunggu kawan-kawan Super Leaders (SL) yang sore itu untuk pertama kali akan menginjakkan kakinya di bumi Sawang, yang sebelumnya mereka hanya dengar saja. Seusai sholat magrib, kami kembali menanti kehadiran mereka yang konon ceritanya, butuh waktu dua hari satu malam untuk menuju ke tempat ini, sungguh kramat Sawang ini, bahkan butuh waktu lama untuk menjangkaunya. Alkisah perjalanan anak-anak SL tidak direstui oleh penjaga gunung seulawah agam, yang sempat mereka lalui saat perjalanan, alhasil si penjaga iseng mencopot ban mobil Avanza bernomor 753 LE yang mereka tumpangi, untung saja ulah usil itu tak membahayakan anak-anak SL, meskipun menghambat perjalanan mereka. Tapi jerih payah perjuangan mereka terbanyar sudah, karena sore ini akhirnya mereka sampai juga di kecamatan Sawang.
makan malam sama emak

     Aku lihat dari luar, nampak wajah-wajah berseri-seri di dalam mobil, menandakan mereka masih antusias untuk melanjutkan perjalanan. Entah apa kesan pertama mereka melihat daerah kecamatan Sawang yang jalannya bagus, dengan keramaian pusat kecamatan yang bergairah. Kesimpulanku yang ada dalam benak mereka waktu itu, kurang lebih begini “kok, bisa ya PM disini, kan ini jalannya udah bagus, bahkan rame”. Oke tunggu dulu, itu kesimpulan awal, hehe. Benar saja sopir avanza kemudian dengan penuh semangat menanyakan “mana Ari kampung kamu?” “aha, ini pertanyaan yang aku nantikan” batinku. “oke siap ya, sebentar lagi kita akan menempuh perjalanan yang sebenarnya, ya kira-kira 17 Km naik lagi ”, sahutku. Terlihat pasrah si sopir avanza, tapi apa boleh buat, inilah perjalanan sesungguhnya baru dimulai. Langsung saja kami teruskan perjalanan suci itu, dan sekarang tugasku adalah memandu mereka hingga selamat sampai tujuan, dengan kendaraan kebesaranku, yaitu Honda Prima buatan tahun 89 yang selalu setia menemaniku.
    Tak lama, sorotan lampu kendaraan kami selalu menerangi rumput tinggi yang menjadi pemandangan sepanjang perjalanan. Mungkin anak-anak SL kemudian melihatku sebagai aksi kocak penunggang motor yang memaksakan motor tuanya menaiki bukit licin nan terjal. Apalagi melihat aksiku mengusir ular di jalan, gak paham lagi, apa yang ada dalam pikiran mereka. Ah, gak papa, anggap aja perjalanan kali ini hiburan untuk anak-anak SL. Tapi aku cukup puas karena kemudian bisa menjawab sedikit unek-unek dalam benak para calon pemimpin Aceh masa depan ini, “mengapa PM ditempatkan disini?” ya biar mereka simpulkan sendiri. Tapi yang jelas anak SL bisa melihat sendiri bagaimana sepinya tanda-tanda modernitas di kampungku, salah satunya karena akses jalan yang kurang bagus. Biarlah mereka melihat sendiri kondisi ini. Sekitar 45 menit kemudian, secercah lampu putih dari salah satu teras rumah penduduk Araselo, sedikit memberi sinyal kehidupan, pertanda kami telah memasuki kampung. Selamat datang di tanah Araselo dengan segala keunikan dan permasalahannya.
Menuju sekolah
Bersiap-siap

         Pukul 21.00 WIB, kami tiba di kedai emak Ponah, simpang empat, lorong empat, Araselo. Inilah tempat yang selama hampir sebelas bulan ini aku berteduh dan pijakan awal untuk bergaul dengan masyarakat di sini. Tak lama Emak menyambut mereka dengan senyum lebar dan keramahannya, persis waktu pertama kalinya aku sampai di rumah ini. sambil keluar dari mobil,nampaknya mereka tak sabar mengomentari perjalanan malam ini dan aku sudah siap menjadi wadah untuk mencurahkan cerita mereka. Mereka berenam terlihat sangat mudah berinteraksi dengan warga disini, apalagi dengan anak-anak di sini yang antusias ingin melihat dan berkenalan dengan para tamu agung yang hadir malam itu. Tak lama kemudian, emak menghadirkan kopi dan hidangan hasil masakan kemaren sore. Mungkin mereka sudah mafhum kenapa masakan kemaren sore, hehe. Sesi selanjutnya, dilanjutkan dengan berbagai obrolan untuk membahas berbagai masalah di kampung, maklumlah mereka kan para calon pemimpin, jadi serius kalau bahas soal beginian, tapi kadang dicampur dengan bullyan cerdas sesama antar  SL, yah begitulah anak-anak SL, tapi seru.
Papi beraksi
   Minggu 6 Oktober 2013, sebuah kelas yang diklaim sebagai “Kelas Kreatif” akhirnya jadi juga diselanggarakan di SDN 25 Sawang, Aceh Utara. Dilihat dari namanya tentu ini bukan kelas biasa, yang murid selalu mendengar ceramah monoton dari gurunya, atau siswa harus membaca dari halaman 10 hingga 20 dalam waktu satu jam pelajaran, tentu tidak seperti demikian, ini adalah kelas yang pokoknya kreatif. Kelas ini diinisiasi dan dimotori oleh orang-orang kreatif yang tergabung dalam SL. Kebetulan yang datang ada Bang Hijrah, Fatthun, Nadya, dan ditambah teman mereka, ada Tomi, Bang Ari, dan Eja. SL ini bermuatan anak-anak muda hebat yang selama ini mewarnai Banda Aceh. Tak perlu diragukan lagi, peran mereka dalam bidang banyak hal, mulai dari entrepreunership hingga masalah pendidikan di Aceh, peran mereka dapat dilacak jejaknya. Senang sekali tentunya kesempatan emas ini di peroleh oleh anak Araselo yang memang butuh lebih banyak sentuhan seperti ini. 
    Minggu pagi, anak-anakku tak terbiasa dengan kondisi ini, biasa minggu waktu bermain atau membantu peutah pinang, sekarang ganti suasana, yaitu harus berangkat sekolah seperti hari-hari masuk biasa, bedanya ada wajah ganteng dan cantik dari kota nan jauh di sana yang sering disebut Kutaraja, datang mewarnai cerita minggu ini. tampak dalam raut wajah anak-anakku, semangat dan antusias. Berlari-lari, kejar-kejaran, dan bergurau menjadi pemandangan saat menuju sekolah. Sampai di bukit kecil, tempat sekolah kami dibangun, semua anakku sangat fokus mendengarkan Bang Hijrah dan kawan-kawan menerangkan cara membuat piyoh toys dari kertas kokoru. Awalnya cukup terkondisikan, semua anak-anak terlihat serius mendengarkan. Tak lama kemudian saat praktik pembuatan, suara-suara meminta kertas, lem, gunting datang dari berbagai arah, seperti saat para anggota DPR menghujani interupsi untuk ketua. Tambah mulai nampak kualahan anak-anak SL melayani anak-anakku. Semua dikerahkan untuk membantu, tapi tetap aja kualahan, ya begitulah jadi guru sehari bagi anak-anakku memang harus extra tenaga dan butuh banyak stok kesabaran, hehe. Dari sini minimal anak-anak SL dapat merasakan energy semangat dari anak-anakku yang ingin maju. Seperti yel yel mereka saat menyambut teman-teman SL ini, begini yelnya: “selamat datang abang, selamat datang kakak, selamat datang kami ucapkan 2X. inilah kami yang ingin maju bersama-sama, sambutlah kami yang ingin pintar bersama-sama. SDN 25 Sawang, pintar dan hebat. 
beradu action
Jayus, siapa yang gak kangen?
      Cepat rasanya kelas kreatif ini berlalu, tak terasa sudah lebih dua jam kami semua keasyikan membuat karya. Jepretan kamera tak henti-hentinya menyambut gaya anak-anakku yang memegang hasil karya mereka. Begitu juga dengan para abang dan kakak yang pandai bergaya di depan kamera, seolah tak mau kalah beradu dengan anak-anakku. Kini anak-anakku tampak puas karena hampir semua bisa membuat hasil karyanya. Kini mereka menjadi anak kreatif. Anak-anakku terlihat terkesima dan begitu terkesan bertemu orang-orang hebat ini. aku yakin, dalam benak anak-anakku akan tertanam kesan positif karena telah melihat orang aceh sendiri yang mengajari dan peduli terhadap mereka. Setidaknya memberikan gambaran mereka, tentang sisi lain kehidupan orang Aceh, yang hidup dibelahan bumi Aceh lainnya. Begitu juga dengan anak-anak SL, akan ada sesuatu referensi lain, tentang kehidupan orang Aceh di sisi tanah Aceh lainnya. Akhir dari pertemuan singkat tapi kaya makna ini disudahi dengan perjalanan pulang bersama menuju ke rumah masing-masing. Tentu anak-anakku selalu akan menantikan kehadiran kembali orang-orang hebat ini. Semoga saja orang-orang seperti ini, akan terus ada dan beranak pinak di bumi Nanggroe ini, amin.



   

0 komentar:

Posting Komentar