Sabtu, 20 Oktober 2012



Ri Koyo’ e aku gak isoh neruske neng Paser...(Andi Azhar). Kalimat ini diucapkan Andi saat kami berdua menuju kelas materi, seminggu sebelum pengumuman dari pihak IM, bahwa akhirnya ia memang tidak bisa berangkat. Gak Dik, Insya.Alloh mangkat sante wae, sesok koe wes mari kok, responku saat Andi melontarkan kata-kata pesimisnya  itu. Saya berusaha untuk terus memompa semangat Andi, meskipun sebenarnya saya tau, bahwa sulit bagi kondisi Andi untuk meneruskan idealismenya itu. Dan akhirnya, malam jum’at itulah semua terjawab tuntas bahwa apa yang menjadi kekhawatiran kami berdua, memang telah direncanakan oleh Sang Kuasa dan Andi harus belajar ikhlas untuk menerimanya.
Andi Azhar, saat pertama kami bertemu adalah saat DA di salah satu wisma di UGM. Andi adalah orang supel dan terbuka, hal inilah yang membuat kami cepat akrab, terlebih kami menjadi satu kelompok saat DA. Saat DA kami banyak ngobrol dan guyon, bahkan kami bersama teman DA satu kelompok terlihat paling kompak dan heboh. Kami menjadi lebih akrab ketika saya tahu bahwa Andi juga aktif di salah satu organisasi ortom Muhammadiyah, sehingga diskusi kami lebih nyambung.
Pertemanan dengan andi tidak berhenti saat DA saja, kami selalu saling mengkontak ketika ada informasi dari pihak IM atau ada hal-hal penting diluar itu. Menjelang MCU kami-pun saling berbagai tips, mulai dari soal istirahat, soal minum susu, dan hal-hal lain. Bahkan ketika MCU Andi merelakan waktu dan tenaganya untuk menjemput saya yang kesasar karena gak tau tempat MCU. Saat selesai MCU-pun kami masih sering kordinasi tentang masalah teknis pemberangkatan nantinya di Jakarta. Dan keakraban kami hingga sampai barak Indosat, dia banyak bercerita tentang masalahnya, hingga saat ia bercerita tentang masalah punggungnya yang sakit itu.
Suatu  hal yang berkesan bagi saya berteman dengan Andi adalah manusia yang mempunyai semangat tinggi dan tidak transaksional. Andi mempunyai gagasan dan cita-cita yang tinggi soal majunya pendidikan di negeri ini. Pernah saat DA dia bercerita bahwa, dia akan membuktikan bahwa orang kampung yang berasal dari Sumatra juga mampu berkontribusi untuk negara. Kata-kata itu sampai sekarang masih saya ingat.
Andi secara fisik memang akhirnya tidak berangkat ke Paser, dan memang tidak harus berangkat, karena ini menyangkut fisik dan masa depan kesehatannya. Akan tetapi, yang membuat Andi bagi saya tetap berangkat adalah soal Semangat dan idealismenya yang  masih saya dan tentu saja teman PM lain, bawa dan simpan hingga akhir nanti. Andi secara jasad memang harus mundur, akan tetapi bagi saya ruh dalam wujud semangat Andi, hingga saat ini masih ada di antara saya dan kawan-kawan PM lain.
Dan memang tidak perlu ada kata selamat tinggal untuk Andi, yang ada hanyalah kamu tetap disini dan tetap berangkat bersama 50 orang Pengajar Muda besok saat tanggal 3 November telah tiba.
  

0 komentar:

Posting Komentar